Selasa, 24 November 2009

MUHASABAH DI TAHUN BARU MASEHI

Kebiasaan yang terjadi di masyarakat pada malam tahun baru (ikut-ikutan tradisi Nasrani atau Barat setelah natalan sebagaimana tradisi pesta dan maaf-maafan/pengakuan kesalahan) dari berbagai praktek hura-hura, kemasiatan, beraneka kegiatan dan acara-acara jahiliyah, yang kemudian timbul kebiasaan paradoks baru seperti lazimnya beberapa tahun terakhir ini yaitu semacam kegiatan rutin "Muhasabah Islamiyah" yang diisi dengan berbagai macam kegiatan dakwah diantaranya shalat berjama'ah Qiyamull Lail, Tasmi' Tilawah, Ceramah, Seminar dan Tabligh, yang sementara waktu yang itu diadakan dengan pertimbangan mencari alternatif kegiatan yang lebih islami sebagai pengganti atau pengalihan positif dan memanfaatkan momentum tradisi untuk acara dakwah. Maka dengan ini Pusat Konsultasi Syariah memandang perlu untuk memberikan penjelasan fatwa syar'i tentang masalah tersebut sebagai berikut:

1. Penyelenggaraan acara "Muhasabah" pada malam tahun baru tersebut semula adalah sekedar desakan suatu kebutuhan (hajah/hajat) da'awi yang kemudian dikategorikan dalam kaedah "Darurat" (Dhorurat) yang mungkin dapat mentolerir hal-hal yang semula diharamkan dan dalam hal ini harus dibatasi seperlunya (Sekadarnya), berpegang pada kaedah syar'i yang menetapkan "???????? ???? ??????" (Darurat itu dibatasi sekedarnya saja).
2. Menimbang bahwa keterlanjuran dan kelangsungan dari acara rutin"Muhasabah" tersebut dapat menjurus kepada pengadaan bid'ah baru dengan adanya semacam "kelaziman keagamaan" yang terikat pada waktu dan tata cara tertentu dari kegiatan keagamaan, dan bid'ah semacam ini bila tidak dalam keadaan darurat maka hukumnya adalah terlarang. Dalam hal ini kita perlu pempertimbangkan kaedah syari'ah yaitu "?? ???????" (suatu langkah preventif untuk mengantisipasi /menanggulangi adanya kemungkinan menjurus kepada penyelewengan atau pelanggaran) sebagai pemandu dalam menentukan sikap, disamping kaedah lain yang mengatakan:

" ??? ??????? ???? ??? ??? ???????
Mencegah kerusakan lebih didahulukan dari pada mengambil manfaat
Bahwa mencegah adanya kerusakan dalam agama dengan adanya bid'ah baru lebih di dahulukan dari pada mengambil manfaat dari acara tersebut. Sebab kita tidak ingin keluar dari satu kerusakan beralih kepada kerusakan yang lebih besar (dalam akidah dan agama).
3. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas maka Pusat Konsultasi Syariah memutuskan untuk mengeluarkan fatwa keharusan pemberhentian dan peniadaan acara rutin "Muhasabah" yang diadakan setiap malam tahun baru.

4. Risalah (pesan misi) "Muhasabah" tersebut seyogyanya tetap dan harus selalu digencarkan lewat media dan momentum keagamaan yang sudah 'lazim'di masyarakat Islam seperti khutbah Jum'at, Majlis Ta'lim dan sebagainya yaitu dengan pengarahkan generasi muda dan masyarakat umunya untuk tidak mengikuti acara-acara jahiliyah pada malam tahun baru dan menyerupai orang-orang kafir (Tasyabbuh bil Kuffar) sebab barang siapa yang menyerupai sekelompok orang maka ia termasuk kedalam golongan mereka. (man tasyabbaha bi qaumin fahuwa minhum).

5. Perlu adanya diversivikasi kegiatan-kegiatan da'wah menjelang datangnya tahun baru (tidak bertepatan dengan malam tahun baru) seperti acara tabligh, seminar dan sebagainya untuk gencar menyampaikan risalah muhasabah tersebut agar masyarakat tidak terjerumus kedalam jebakan bid'ah dan kema'siatan di malam tahun baru. Dan perlu diingatkan bahwa pada prinsipnya; muhasabah seharusnya dilakukan setiap hari oleh masing-masing individu muslim tidak perlu menunggu mementum baik kepada dirinya sendiri maupun kepada orang lain.

6. Demikian pula sangat dipandang perlu untuk mengambil langkah evaluasi melalui kegiatan-kegiatan da'wah yang diselenggarakan setelah berlalunya tahun baru lewat mimbar-mimbar keagamaan untuk menekan tingkat kema'siatan atau mengambil pelajaran dari pengalaman agar tidak terulang lagi atau menjadi lebih baik di masa depan.

Sumber: Fatwa Pusat Konsultasi Syariah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar